Jumat, 03 Juli 2009

black swan's fenomenon

Hi N, sekarang: 03072009, 1650 WIOI

Tumben-tumben ni, baru sehari uda nulis lagi buat N.

Nothin' special actually, until few minutes ago.

Tugas hari ini sebenernya cuma mbayar application fee ma student visa ke rekeningnya HELP di HSBC Malay. Terus karena fasilitas tranfer ke Malay tuh adanya Dollar, ya saya pake kurs dollar yang ketulis di web lah. Kenyataannya, salah, hampir sama kayak kemaren, cuma yang ini keburu kejadian. Ibu marah-marah dikit. Saya mah cuek aja secara emang ga ada gunanya diomelin, ge mecahin masalah, dan Ibu seharusnya uda tau secara uda ngikutin pelatihan kepribadian yang lebih ekspert daripada anaknya ni (Ibu uda MCB di ESQ lho). Sebenernya ini ga boleh dijadiin alasan, tapi manusia memang tempatnya salah, dan ini yang harus kita semua tekanin, cuma kedelai yang jatuh di lubang yang sama 2 kali, dan Om Mario bilang lebih baik mengalami kesalahan daripada cuma sekedar mikirin kesalahan yang bakal terjadi.

Hari ini saya baca bukunya Om Taleb, yang nulis buku best seller Black Swan. Banyak hal yang nyadarin saya, salah satunya kalo banyak kejadian dunia itu adalah Black swan's fenomenon baik yang ga prospektif maupun retrospektif (sms saya kalo mau tau artinya). Mungkin ini bisa jadi salah satu rasionalisasi saya buat kesalahan yang uda kejadian tadi pagi. Ada tiga sifat black swan: 1. Kejadiannya tak terkira, ga bakal ada yang bisa ngeramalin kejadian-kejadian kayak gini (salah satunya jatuhnya saya dari motor beberapa bulan lalu, sebulan deng). 2, dampaknya luar biasa yang berujung ma sifat ke-3, dimana manusia ato siapapun yang ngeliat kejadian itu ngeluarin komentar trus rasionalisasi permasalahan sebab-akibat kenapa kejadian itu koq ada terus berusaha memprediksinya untuk kejadian yang berulang di masa depan.

Sekarang batere tinggal 19%, dan uda waktunya buat matiin.tar ya?

04072009, This is the first posting written in two days in a row. Weird ain't it?

Kemaren Ibu kayak merhatiin dari belakang, secara nulisnya di ruang keluarga, jadi ya tak postpone dulu aja buat nyelesein ni tulisan. Ha...haaa.ha.a, ternyata saya ya tetep introvert untuk masalah kayak ginian. Yauda, kemaren pura-pura nyari kerjaan cuma buat ganti desktop doang.

Let's get into the main point of this writing. Berbagai pertanyaan yang kebanyakan dari kita uda nanyain ke diri kita sendiri, tapi belum pernah mempertanyakannya. Mungkin Om Taleb nyajiinnya dalam bahasa yang berbeda, tapi inti dari pertanyaan yang mempertanyakan tetep sama.

Pertama: Mana yang membuat kita lebih bersalah? Ga ngehargain poetes maudits, atau Vox clamantis in deserto? (Ga tau juga artinya? Tanya anak hukum ato sms saya lagi). Bagi saya, banyak dari kita yang terlalu prematur ngenilai seseorang (ya walopun psikolog diajarin untuk menilai seseorang dari berbagai alat ukur). Banyak dari kita yang ngenilai orang dari penampilannya tanpa nyoba mengenal seseorang lebih jauh, tau latar belakangnya, kejadian yang membuat setiap manusia unik, prinsip dasar pembuatan profil psikologis: tidak ada satu orang pun yang bener-bener sama. Pertanyaan lanjutan (bukan punya Om Taleb): Lantas gimana seharusnya kita tau mana yang bener ato ga? Bagi saya, ga perlu susah-susah ngenilai, kita terima semua nilai yang dibawa setiap orang, dan waktu akan ngejawab semuanya, karena cuma kebenaran yang akan bertahan. Takes time? Emang. Mana yang lebih kita hargain, orang yang ngecegah nyari masalah ma orang lain (dengan tingkat asertivitas yang cukup dan kombinasi kedewasaan), ato orang yang nyari banyak musuh dalam hidupnya karena super ego yang kegedean (ato mungkin juga Id-nya)?

Kedua: Mana yang lebih di perhatiin ma ilmuan sekarang, fakta atau hukum ato pola yang mendasari suatu kejadian? Om Taleb bilang lebih penting bagi kita untuk merhatiin hukum ato pola yang ngdasarin terjadinya suatu kejadian, berdasar fakta yang uda ada. Pertanyaan lanjutannya Niqi: Masih banyak dari warga Indo yang terlalu bodoh untuk ngerti arti pengajaran dari hukum-hukum kejadian ato pola-polanya yang terlalu abstrak bagi kemampuan kognitif masayarakat Indo. Liat aja berapa si perolehan calon presiden yang ngomongin konsep abstrak (ga ada, karena capres uda di konsep ma tim sukses kalo masayarakat kita emang ga pinter. Cuma penjilat yang ngakuin kalo masayarakat kita uda tau pilihannya karena mereka "cerdas"), liat lagi perolehan suara yang nawarin solusi praktis (100%, karena semuanya nawarin itu, yang pertanyaan lanjutannya adalah gimana caranya, tanpa ngorbanin kepentingan satu kelompok masyarakat lainnya).

Ga usa dibahas. Sekarang coba kita liat pelatihan-pelatihan yang berdasar konsep, ESQ salah satunya, gimana cara mereka ngukur keberhasilan pelatihan itu? jawabannya, belum ada. Saya heran banget ma yang bikin tu pelatihan, karena prinsip dasar suatu pelatihan adalah progression after the participants follow the training. Mana pre-test post-test significancenya?

Mungkin ini jawabannya. Ga ada. Karena yang dilatihin adalah konsep (ato yang saya sebut di depan adalah hukum). Sebagai psikolog, aliran yang saya anut adalah behavioris, tanpa ngabaikan proses kognitif yang ada dalam pikiran manusia, mungkin holistisisme lebih tepatnya, karena saya juga percaya ma beberapa pemikiran psikoanalisis. Lantas apa gunanya suatu pelatihan tanpa adanya perubahan perilaku yang ada di manusianya? Adik saya masih ga tau gimana mpertahanin hubungan ma pacarnya sekarang karena dia harus ke NZ untuk magang ntar. Ibu kerjaannya masih suka teriak-teriak ke adik saya yang bungsu untuk merintahin sesuatu. Ayah kerjaannya masih diem kalo ada orang nawarin proposal yang ga jelas dari "sodara" yang ga bisa dipercaya. Saya masih pacaran dengan gaya yang jelas-jelas ga islami (emang ada pacaran yang dimulai dengan basmalah, njaga wudlu, diakhiri dengan hamdalah?).

Kesimpulan, saya sebagai seorang psikolog, ilmu sosial, dimana subjeknya adalah manusia yang penuh dengan uncertainities, lantas kenapa kita mengkuantifikasi these uncertainities? Based on a reason that every human is different, we don't jave a right to judge people based on statistics dimana selalu ada kemungkinan black swan akan muncul dalam platonis fold (sms juga kalo mau tau artinya).

However, live is only a series of luck although it's a bad luck or a good one. Saya ga pernah bisa nentuin mau dilahirin di keluarga mana, jadi laki pa perempuan, sekolah dimana, ato yang dapat pasangan orang mana. Which means, Ihaan, I'm so lucky to have u in my heart, karena selalu ada perempuan yang hebat di balik laki-laki yang hebat. Just remember, good is the enemy of the best, becoz there's always some opportunities to black swan to happened or to be happened.

2 komentar:

  1. betul, betul, yang!
    life's a sequences of luck.
    kayaknya ak lagi butuh some black swan events nii.
    abis kayak lagi flat2nya nii hidupku.

    SAYANG KAMU :))

    BalasHapus
  2. hunn...

    if life's only a series of luck, i'm the most lucky girl in the world, coz you're the biggest luck that i've ever got from The Biggest One.

    i LOVE you more and more each day

    :)

    BalasHapus